Pemenang Koko Cici Palembang 2012
Para Pemenang Koko Cici Palembang 2012
Koko
Cici Palembang 2012 sudah terpilih, yakni Michael dan Ferani. Keduanya
bakal menjalani tugas selama dua tahun ke depan sebagai Duta Pariwisata
dan Budaya Tionghoa. Seperti apa perjuangan dan perasaan keduanya?
SENYUM langsung mengembang dari bibir Michael ketika bertemu, koran ini kemarin. Mengenakan setelan kemeja lengan panjang warna cokelat, dia terlihat enjoy menjawab pertanyaan demi pertanyaan. “Ya, mas. Saya Michael. Koko Palembang 2012,” katanya mengawali perbincangan di lobi Hotel Wisata, kemarin.
Michael yang mempunyai nama Tionghoa Liau Ci Ahan, itu mengungkapkan kalau dirinya sudah mengenal pemilihan Koko Cici sejak 2010 lalu. Ketika itu, dirinya berkeinginan ikut pemilihan tetapi masih SMA, sedangkan syarat untuk ikut adalah minimal mahasiswa. “Sejak 2010, saya sudah mulai searching informasi tentang Koko Cici,” jelas Michael yang mempunyai tinggi badan 1,76 meter itu. Awalnya, kata Michael, dia ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya Tionghoa. “Itu alasan saya tertarik ikut Pemilihan Koko Cici,” tuturnya. Namun, di balik alasan tersebut Michael mempunyai tekad untuk menjadi teladan bagi remaja Metropolis, khususnya Tionghoa di Palembang. Selama masa karantina 6 hari, Michael banyak memperoleh pengetahuan dan informasi baru. “Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada Masjid Cheng Ho. Saya baru tahu pertama kali ya ini. Saya banyak tahu info tenang masjid itu sekarang. Ternyata, orang Tionghoa yang sudah masuk Islam tidak meninggalkan tradisi dan kultur Tionghoa. Terbukti dengan arsitektur Masjid Cheng Ho yang dominan dengan ornamen Tonghoa,” bebernya.
Nah, kebetulan pada saat malam grand final lalu, mahasiswa Unsri jurusan Ekonomi Pembangunan 2012 itu mendapat pertanyaan yang berkaitan dengan Masjid Cheng Ho. “Saya tidak mengira kalau bakal dapat pertanyaan itu, tetapi walau sedikit gugup jawabnya, saya bisa menjelaskan dengan rinci,” jelas Michael yang menyukai tradisi Cap Goh Me itu. Pada pemilihan Koko Cici 2012, ternyata Michael merupakan peserta termuda dibandingkan dengan peserta lain. Hal itu yang terkadang membuat dirinya merasa minder. “Mindernya pada usia, mas. Saya yang paling muda soalnya, jadi ketika terpilih menjadi Koko 2012 saya sama sekali tidak terbayang,” tuturnya sembari geleng-geleng kepala. Sebab, dirinya mengaku tidak terlalu melakukan persiapan yang matang saat grand final.
Dalam menjalankan tanggung jawab selama dua tahun ke depan, remaja yang sudah mahir bahasa Inggris sejak SMA, itu berkeinginan untuk menyakinkan para investor luar bahwa Palembang merupakan kota yang layak untuk berinvestasi. “Selain itu, sebenarnya kami para finalis juga bersepakat untuk melakukan 3M, yakni menjaga, melestarikan dan memperkenalkan budaya Tionghoa,” jelasnya lagi. Selang setengah jam berbincang dengan Michael, Cici 2012 yakni Ferani menyampaikan nada yang sama. “Wah, saya sama sekali tidak menyangka kalau terpilih sebagai Cici 2012, kak,” tegas Ferani, pemilik nama Tionghoa Wang Mei Guang dengan nada yang masih tidak percaya. Alasan dirinya ikut Koko Cici karena gadis kelahiran 20 Februari 1995, itu melihat kalau Koko Cici merupakan ajang bergensi serta merupakan sarana komunitas untuk memperdalam pengetahuan tentang tradisi Tionghoa.
Menariknya, Ferani mempunyai hobi bermain sulap. “Saya sudah sejak kelas 1 SMP belajar sulap tetapi baru berani tampil kelas 3 SMA,” jelas Ferani, yang mempunyai nama panggung Princess Myu Chan itu sambil tersenyum. Bahkan, prestasi terbaiknya dalam bidang sulap adalah berhasil menjadi juara II, pesulap junior se-Indonesia di Jakarta. Saat malam grand final, Ferani sempat mempertunjukkan bakat sulapnya dengan menyulap sapu tangan menjadi tongkat. Selain hobi sulap, mahasiswi STT Musi Jurusan Teknik Industri itu juga suka membuat garnis dan memasak masakan vegetarian. “Saya tidak terlalu jago masak, mas. Tetapi sekadar senang aja,” ujarnya sambil mengatakan kalau kedua orangtuanya sangat mendukung keikutsertaannya pada Koko Cici 2012.
Dari banyak tradisi dan budaya Tionghoa, Ferani menyukai tradisi Imlek. “Saat Imlek itu semua keluarga bisa kumpul sehngga dapat megetahui kabar masing-masing,” jelasnya yang baru pertama kali ajang pemilihan seperti Koko Cici. Ferani pun berjanji akan fokus dan bertanggung jawab untuk menjalankan tugas lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.
Sumber : Sumatera Ekspres Online
SENYUM langsung mengembang dari bibir Michael ketika bertemu, koran ini kemarin. Mengenakan setelan kemeja lengan panjang warna cokelat, dia terlihat enjoy menjawab pertanyaan demi pertanyaan. “Ya, mas. Saya Michael. Koko Palembang 2012,” katanya mengawali perbincangan di lobi Hotel Wisata, kemarin.
Michael yang mempunyai nama Tionghoa Liau Ci Ahan, itu mengungkapkan kalau dirinya sudah mengenal pemilihan Koko Cici sejak 2010 lalu. Ketika itu, dirinya berkeinginan ikut pemilihan tetapi masih SMA, sedangkan syarat untuk ikut adalah minimal mahasiswa. “Sejak 2010, saya sudah mulai searching informasi tentang Koko Cici,” jelas Michael yang mempunyai tinggi badan 1,76 meter itu. Awalnya, kata Michael, dia ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya Tionghoa. “Itu alasan saya tertarik ikut Pemilihan Koko Cici,” tuturnya. Namun, di balik alasan tersebut Michael mempunyai tekad untuk menjadi teladan bagi remaja Metropolis, khususnya Tionghoa di Palembang. Selama masa karantina 6 hari, Michael banyak memperoleh pengetahuan dan informasi baru. “Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada Masjid Cheng Ho. Saya baru tahu pertama kali ya ini. Saya banyak tahu info tenang masjid itu sekarang. Ternyata, orang Tionghoa yang sudah masuk Islam tidak meninggalkan tradisi dan kultur Tionghoa. Terbukti dengan arsitektur Masjid Cheng Ho yang dominan dengan ornamen Tonghoa,” bebernya.
Nah, kebetulan pada saat malam grand final lalu, mahasiswa Unsri jurusan Ekonomi Pembangunan 2012 itu mendapat pertanyaan yang berkaitan dengan Masjid Cheng Ho. “Saya tidak mengira kalau bakal dapat pertanyaan itu, tetapi walau sedikit gugup jawabnya, saya bisa menjelaskan dengan rinci,” jelas Michael yang menyukai tradisi Cap Goh Me itu. Pada pemilihan Koko Cici 2012, ternyata Michael merupakan peserta termuda dibandingkan dengan peserta lain. Hal itu yang terkadang membuat dirinya merasa minder. “Mindernya pada usia, mas. Saya yang paling muda soalnya, jadi ketika terpilih menjadi Koko 2012 saya sama sekali tidak terbayang,” tuturnya sembari geleng-geleng kepala. Sebab, dirinya mengaku tidak terlalu melakukan persiapan yang matang saat grand final.
Dalam menjalankan tanggung jawab selama dua tahun ke depan, remaja yang sudah mahir bahasa Inggris sejak SMA, itu berkeinginan untuk menyakinkan para investor luar bahwa Palembang merupakan kota yang layak untuk berinvestasi. “Selain itu, sebenarnya kami para finalis juga bersepakat untuk melakukan 3M, yakni menjaga, melestarikan dan memperkenalkan budaya Tionghoa,” jelasnya lagi. Selang setengah jam berbincang dengan Michael, Cici 2012 yakni Ferani menyampaikan nada yang sama. “Wah, saya sama sekali tidak menyangka kalau terpilih sebagai Cici 2012, kak,” tegas Ferani, pemilik nama Tionghoa Wang Mei Guang dengan nada yang masih tidak percaya. Alasan dirinya ikut Koko Cici karena gadis kelahiran 20 Februari 1995, itu melihat kalau Koko Cici merupakan ajang bergensi serta merupakan sarana komunitas untuk memperdalam pengetahuan tentang tradisi Tionghoa.
Menariknya, Ferani mempunyai hobi bermain sulap. “Saya sudah sejak kelas 1 SMP belajar sulap tetapi baru berani tampil kelas 3 SMA,” jelas Ferani, yang mempunyai nama panggung Princess Myu Chan itu sambil tersenyum. Bahkan, prestasi terbaiknya dalam bidang sulap adalah berhasil menjadi juara II, pesulap junior se-Indonesia di Jakarta. Saat malam grand final, Ferani sempat mempertunjukkan bakat sulapnya dengan menyulap sapu tangan menjadi tongkat. Selain hobi sulap, mahasiswi STT Musi Jurusan Teknik Industri itu juga suka membuat garnis dan memasak masakan vegetarian. “Saya tidak terlalu jago masak, mas. Tetapi sekadar senang aja,” ujarnya sambil mengatakan kalau kedua orangtuanya sangat mendukung keikutsertaannya pada Koko Cici 2012.
Dari banyak tradisi dan budaya Tionghoa, Ferani menyukai tradisi Imlek. “Saat Imlek itu semua keluarga bisa kumpul sehngga dapat megetahui kabar masing-masing,” jelasnya yang baru pertama kali ajang pemilihan seperti Koko Cici. Ferani pun berjanji akan fokus dan bertanggung jawab untuk menjalankan tugas lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.
Sumber : Sumatera Ekspres Online