Mooncake / Kue Bulan
Setiap hari ke-15 pada bulan ke-8 dalam kalender
China diperingati sebagai Mooncake Festival atau Festival Kue Bulan yang
dirayakan warga keturunan China di seluruh dunia. Pada hari itu, bulan
berbentuk bulat sempurna dan bersinar terang (bulan purnama). Menurut
kepercayaan, pada malam itu Dewi Bulan menampakkan dirinya.
Konon kue bulan berawal dari Dinasti Ming yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang. Ia memimpin kaum petani melawan pemerintah Mongolia dan menyebarkan pesan rahasia dengan menyembunyikannya di dalam kue bulan. Namun sebenarnya kue bulan tercatat dalam sejarah pada zaman Dinasti Song yang kemudian populer dan eksis hingga kini. Di Indonesia, kue bulan dikenal dalam dialek Hokkian dengan sebutan Gwee Pia atau Tiong Chiu Pia.
Ada beberapa legenda dan mitos di balik perayaan kue bulan yang dimulai sejak 2170 SM.
Yang paling terkenal adalah kisah sang pemanah Huo Yi yang berhasil memanah 8 matahari di langit sehingga menyisakan satu saja. Banyaknya matahari itu membuat bumi sangat panas sehingga orang-orang menderita karena kekeringan dan kelaparan.
Sumber-sumber air mengering, tanaman rusak. Atas keberhasilan Huo Yi, raja menghadiahinya pil panjang umur. Namun kekasih Huo Yi, Chang Er, menelan pil itu sehingga mendapat kehidupan abadi di bulan sebagai Dewi Bulan. Huo Yi menyesali kejadian itu, namun tak bisa mengubah keadaan. Untuk mengobati kerinduan, setiap tanggal 15 bulan ke-8, ia duduk minum teh dan menikmati kue sambil menunggu Chang Er menampakkan diri ketika bulan purnama.
Versi lainnya adalah penghormatan kaum petani kepada Dewi Bulan pada tanggal itu karena panen yang berlimpah. Para petani lalu membuat dan mempersembahkan sejenis kue berisi bulatan kuning telur utuh yang menjadi simbol bulan purnama sebagai rasa syukur kepada Dewi Bulan. Seiring waktu, tradisi itu terus dilaksanakan warga keturunan China di seluruh dunia. Dipercaya, kue bulan adalah simbol kemakmuran dan panjang umur yang perlu dilestarikan.
Festival Kue Bulan juga dirayakan oleh warga Tionghoa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi. Pada hari istimewa itu, mereka berkumpul bersama keluarga untuk menikmati hidangan istimewa dan kue bulan sambil minum teh China. Juga ada tradisi menghantarkan kue bulan kepada kerabat dan sahabat diiringi harapan baik bagi semua orang.
Kue bulan terdiri dari bermacam rasa, mulai dari rasa tradisional hingga kreasi modern. Rasa tradisional terbuat dari kacang merah, biji teratai putih dan teratai merah dipadu telur asin. Sedangkan kreasi modern terbuat dari bermacam bahan.
Dongeng populer China berkisah, pada masa pemerintahan Kaisar Yao (2000 SM), terdapat seorang pemanah ulung bernama Hou Yi. Kala itu, bumi dikitari 10 matahari yang bergantian menyinari bumi. Namun, suatu hari, kesepuluh matahari muncul bersamaan sehingga bumi pun panas tak terkira.
Sang kaisar memerintahkan Hou Yi memanah sembilan matahari hingga tersisa satu matahari saja. Singkat cerita, atas keberhasilannya, Hou Yi pun diberi ganjaran pil keabadian. Pada suatu hari, seorang penjahat bernama Feng Meng menyelinap ke kediaman Hou Yi dan bermaksud mencuri pil keabadian. Agar tidak jatuh ke tangan yang salah, Chang Er (istri Hou Yi) menelan pil itu.
Tiba-tiba, Chang Er mendapati dirinya terbang ke langit menuju bulan. Untuk menghargai pengorbanan Chang Er dan menyerukan perdamaian di muka bumi serta sebagai ungkapan rasa syukur, masyarakat China mewujudkannya melalui kue yang manis dan buah-buahan.
Tradisi ini lalu berkembang menjadi Festival Kue Bulan (mooncake), yang diperingati setiap hari ke-15 bulan kedelapan kalender China. Konon, hingga kini dipercaya bahwa selama pertengahan musim gugur, saat bulan bulat penuh dan bersinar benderang, tampak siluet bayangan Chang Er, yang kemudian dikenal sebagai Dewi Bulan.
Itulah sekelumit kisah si kue bulan, yang merupakan salah satu versi dari sekian banyak versi asal-usul kue manis bundar berukir tulisan China itu. Mooncake lazim dibuat untuk memeriahkan pesta atau sekadar berkumpul bersama keluarga sambil meneguk teh China yang pahit. Mooncake juga kerap dihadirkan dalam perayaan rutin tahunan sebagai penanda akhir musim panen.
Sumber : http://vincentspirit.blogspot.com_
Konon kue bulan berawal dari Dinasti Ming yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang. Ia memimpin kaum petani melawan pemerintah Mongolia dan menyebarkan pesan rahasia dengan menyembunyikannya di dalam kue bulan. Namun sebenarnya kue bulan tercatat dalam sejarah pada zaman Dinasti Song yang kemudian populer dan eksis hingga kini. Di Indonesia, kue bulan dikenal dalam dialek Hokkian dengan sebutan Gwee Pia atau Tiong Chiu Pia.
Ada beberapa legenda dan mitos di balik perayaan kue bulan yang dimulai sejak 2170 SM.
Yang paling terkenal adalah kisah sang pemanah Huo Yi yang berhasil memanah 8 matahari di langit sehingga menyisakan satu saja. Banyaknya matahari itu membuat bumi sangat panas sehingga orang-orang menderita karena kekeringan dan kelaparan.
Sumber-sumber air mengering, tanaman rusak. Atas keberhasilan Huo Yi, raja menghadiahinya pil panjang umur. Namun kekasih Huo Yi, Chang Er, menelan pil itu sehingga mendapat kehidupan abadi di bulan sebagai Dewi Bulan. Huo Yi menyesali kejadian itu, namun tak bisa mengubah keadaan. Untuk mengobati kerinduan, setiap tanggal 15 bulan ke-8, ia duduk minum teh dan menikmati kue sambil menunggu Chang Er menampakkan diri ketika bulan purnama.
Versi lainnya adalah penghormatan kaum petani kepada Dewi Bulan pada tanggal itu karena panen yang berlimpah. Para petani lalu membuat dan mempersembahkan sejenis kue berisi bulatan kuning telur utuh yang menjadi simbol bulan purnama sebagai rasa syukur kepada Dewi Bulan. Seiring waktu, tradisi itu terus dilaksanakan warga keturunan China di seluruh dunia. Dipercaya, kue bulan adalah simbol kemakmuran dan panjang umur yang perlu dilestarikan.
Festival Kue Bulan juga dirayakan oleh warga Tionghoa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi. Pada hari istimewa itu, mereka berkumpul bersama keluarga untuk menikmati hidangan istimewa dan kue bulan sambil minum teh China. Juga ada tradisi menghantarkan kue bulan kepada kerabat dan sahabat diiringi harapan baik bagi semua orang.
Kue bulan terdiri dari bermacam rasa, mulai dari rasa tradisional hingga kreasi modern. Rasa tradisional terbuat dari kacang merah, biji teratai putih dan teratai merah dipadu telur asin. Sedangkan kreasi modern terbuat dari bermacam bahan.
Dongeng populer China berkisah, pada masa pemerintahan Kaisar Yao (2000 SM), terdapat seorang pemanah ulung bernama Hou Yi. Kala itu, bumi dikitari 10 matahari yang bergantian menyinari bumi. Namun, suatu hari, kesepuluh matahari muncul bersamaan sehingga bumi pun panas tak terkira.
Sang kaisar memerintahkan Hou Yi memanah sembilan matahari hingga tersisa satu matahari saja. Singkat cerita, atas keberhasilannya, Hou Yi pun diberi ganjaran pil keabadian. Pada suatu hari, seorang penjahat bernama Feng Meng menyelinap ke kediaman Hou Yi dan bermaksud mencuri pil keabadian. Agar tidak jatuh ke tangan yang salah, Chang Er (istri Hou Yi) menelan pil itu.
Tiba-tiba, Chang Er mendapati dirinya terbang ke langit menuju bulan. Untuk menghargai pengorbanan Chang Er dan menyerukan perdamaian di muka bumi serta sebagai ungkapan rasa syukur, masyarakat China mewujudkannya melalui kue yang manis dan buah-buahan.
Tradisi ini lalu berkembang menjadi Festival Kue Bulan (mooncake), yang diperingati setiap hari ke-15 bulan kedelapan kalender China. Konon, hingga kini dipercaya bahwa selama pertengahan musim gugur, saat bulan bulat penuh dan bersinar benderang, tampak siluet bayangan Chang Er, yang kemudian dikenal sebagai Dewi Bulan.
Itulah sekelumit kisah si kue bulan, yang merupakan salah satu versi dari sekian banyak versi asal-usul kue manis bundar berukir tulisan China itu. Mooncake lazim dibuat untuk memeriahkan pesta atau sekadar berkumpul bersama keluarga sambil meneguk teh China yang pahit. Mooncake juga kerap dihadirkan dalam perayaan rutin tahunan sebagai penanda akhir musim panen.
Sumber : http://vincentspirit.blogspot.com_